154 Ha Hutan Dikelola KTH Tandung Nanggala Lestasi Sangulele,Kemenhut: Manfaatkan dengan Baik


Cover Opini, RANTEPAO

– Menteri Kehutanan RI, Raja Juli Antoni, menghadiri perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke 78 Gereja Toraja sekaligus puncak Festival Hutan Toraja 2025.

Kegiatan digelar di Tandung Nanggala, Kecamatan Nanggala, Toraja Utara, Sulsel, Sabtu (14/6/2025).

Kedatangan Raja Juli Antoni disambut meriah dengan tarian bambu atau tarian Tirra khas Toraja.

Tarian ini dilakukan sejumlah anak lelaki mengenakan busana khas Toraja berjalan mengiringi rombongan sambil menari menggunakan bambu.

Bambu tersebut menghasilkan suara yang cukup unik, seperti pentungan yang berbunyi nyaring.

Bupati Toraja Utara, Frederik Victor Palimbong, didampingi Ketua BPS Gereja Toraja, Pdt Alfred Anggui, menyambut Raja Juli Antoni di lokasi.

Frederik pun mengenakan selempang khas Toraja dan Beke’ yaitu topi khas Toraja bewarna putih dengan motif tenun Toraja kepada Raja Juli.

Selain Raja Juli, sejumlah pejabat juga hadir dalam puncak Festival Hutan Toraja ini.

Nampak Direktur Mind ID, Grace Natalie; Wakil Duta Besar New Zealand (Selandia Baru), Giselle Larcombe; Walikota Makassar, Munafri Arifuddin; Bupati Mamasa, Welem.Sambolangi; Wakil Bupati Luwu Utara, Jumail Mappile; hingga perwakilan Perseketuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI).

Baca Juga  Kunci Jawaban Cerita Reflektif Modul 3 PPG 2025: Mari Melakukan Refleksi Sesuai Konteks Sekolah

Seluruh tamu undangan diberikan Jus Tamarilla yaitu jus Terong Belanda, buah yang banyak ditemukan dan dibudidaya di Toraja.

Uniknya, jus ini disajikan bukan menggunakan gelas, tapi dalam wadahnya yang terbuat dari bambu.

Oleh orang Toraja menyebutkan Suke’.

Dalam sambutannya, Raja Juli Antoni mengaku terpesona dengan keindahan Toraja. Ia menyebut Toraja merupakan destinasi wisata yang sangat indah.

“Toraja itu indah, termasuk keindahan alam hutan, hingga toleransi antar umat beragama,” ucapnya.

Pada kesempatan itu, Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PP IPM) periode 2000 – 2002 ini menjelaskan program Perhutanan Sosial.

Perhutanan sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilakukan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraan, keseimbangan lingkungan, dan dinamika sosial budaya.

Baca Juga  Kabupaten Tapin Siap Pamit dari Kalimantan Selatan, Jadi Pusat Provinsi Baru Banua Anam?

Ini merupakan bagian penting dari Asta Cita, khususnya Asta Cita 6, yang menekankan pada pembangunan dari desa dan dari bawah untuk pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan.

Salah satu kawasan yang menjadi Perhutanan Sosial di Toraja ada di Tandung Nanggala, Toraja Utara. Luasanya mencapai 154 hektar.

Lahan ini diberikan untuk dikelola Kelompok Tani Hutan (KTH) Tandung Nanggala Lestari Sangulele yang beranggotakan 86 orang (79 laki-laki dan 7 perempuan).

Area ini diberikan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup pada tahun 2024 lalu.

Raja Juli berharap lahan dan hutan ini yang dikelola dengan skema Hutan Kemasyarakatan (HKM) ini dimanfaatkan dengan baik.

Ia mengingatkan BPS Gereja Toraja, sebagai salah satu komponen yang berperan di Toraja, agar menggerakkan jemaat untuk mencintai lingkungan dengan membedayakan hutan secara bijak.

“Tentu, saya liat Pdt Alfred Anggui (Ketua BPS Gereja Toraja), sebagai pemimpin yang punya leadership bagus akan memberdayakan jemaat yang berada di Tana Toraja dan Toraja Utara dalam membantu pemerintah setempat untuk semakin mencintai lingkungan,” tuturnya.

Baca Juga  Setelah Anda Mempelajari Pembelajaran Sosial Emosional, Bagaimana PSE Dapat Dikaitkan Mata Pelajaran Lain?

Ia menjelaskan bahwa selain cocok untuk Eco Wisata, lahan tersebut juga berpotensi dimanfaatkan dengan pola agroforestry, yaitu mengembangkan tanaman seperti Kopi, alpukat, Kakao, Durian, Langsat, dan lainnya.

Selain itu juga bisa dimanfaatkan dengan pola Silvofishery atau budidaya ikan seperti Lele, Nila, Mas, hingga Mujair.

Bahkan, lahan ini juga bisa dimanfatkan untuk menghasilkan aren maupun madu.

“Di lahan ini bisa ditanam alpukat, kopi, bahkan menghasil madu, dan lain sebagainya. Apapun itu semoga ini menjadi berkat bagi jemaat Gereja Toraja dan masyarakat Toraja secara umum,” jelasnya.

Kegiatan ini diharapkan menjadi momentum kolektif dalam menguatkan kesadaran ekoteologis dan menjaga alam Toraja sebagai warisan generasi mendatang.

Kegiatan ini ditutup dengan penanaman bibit bersama di lokasi.

(*)

Tinggalkan Balasan