5 Pantangan Malam 1 Suro dan Tradisi yang Masih Diyakini Masyarakat Jawa

Pantangan malam 1 Suro
diyakini oleh masyarakat Jawa dan tidak boleh dilanggar. Apabila dilanggar, diyakini akan mendatangkan nasib buruk bagi pelakunya. Sebagian orang masih memegang kepercayaan terhadap mitos-mitos yang berkembang selama bulan ini.

Suro merupakan sebutan dalam budaya Jawa untuk bulan Muharram dalam kalender Hijriah. Istilah “Suro” berasal dari kata Arab

“Asyura”

. Bulan Suro menjadi waktu yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Jawa dandirayakan dengan berbagai tradisi khas.

Pantangan Malam 1 Suro

Pantangan Malam 1 Suro (ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho/rwa.)

Menurut kalender Hijriah Indonesia Tahun 2025 yang diterbitkan oleh Kementerian Agama, 1 Suro 1959 dalam penanggalan Jawa akan jatuh pada hari Kamis malam, 26 Juni 2025. Berikut beberapa pantangan
malam 1 Suro
:

1. Menghindari Aktivitas di Luar Rumah

Ketika malam 1 Suro, kita dianjurkan tetap berada di dalam rumah. Ini karena malam 1 Suro merupakan waktu di mana dunia roh lebih aktif, sehingga keluar rumah dapat membawa pengaruh negatif atau kesialan.

2. Tidak Menggelar Hajatan atau Pernikahan

Masyarakat percaya bahwa bulan Suro adalah bulan yang sangat mulia dan agung, sehingga hanya raja atau sultan yang dianggap layak untuk melaksanakan hajatan besar. Orang biasa yang melakukan hajatan pada malam tersebut dianggap dapat mendatangkan kesialan.

Baca Juga  Fadli Zon Anggap Pemerkosaan Massal Rumor, Aktivis Perempuan: Bertentangan dengan Fakta Sejarah

3. Menghindari Ucapan Buruk atau Kasar

Pada malam 1 Suro, masyarakat
Jawa
menghindari berkata kasar atau buruk. Hal ini diyakini bahwa segala ucapan pada malam tersebut dapat menjadi kenyataan. Selain itu, makhluk gaib dipercaya lebih aktif pada malam ini, sehingga ucapan buruk dapat mendatangkan hal negatif.

4. Tidak Membangun atau Pindah Rumah

Membangun atau pindah rumah pada malam 1 Suro dianggap tidak tepat. Masyarakat percaya bahwa memulai pembangunan rumah pada malam 1 Suro dapat mendatangkan kesialan. Malam ini dianggap sebagai waktu untuk introspeksi dan doa, bukan memulai aktivitas besar seperti membangun rumah.

5. Menghindari Keramaian atau Suara Berisik

Pada malam 1 Suro, masyarakat Jawa dianjurkan tidak berbicara atau membuat keramaian. Hal ini dikenal dengan istilah “Tapa Bisu”, yaitu berdiam diri tanpa berbicara. Ritual ini dilakukan untuk menghormati leluhur dan menjaga suasana khidmat pada malam yang dianggap sakral ini.

Tradisi Malam 1 Suro

Tradisi Malam 1 Suro merupakan bagian penting dari kekayaan budaya yang masih lestari di berbagai daerah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Momen ini tidak hanya menandai pergantian tahun dalam kalender Hijriah, tetapi juga menjadi waktu sakral bagi masyarakat untuk melakukan berbagai ritual dan upacara adat. Berikut tradisi malam 1 Suro:

Baca Juga  3 Link Nonton dan Download Anime Ore wa Seikan Kokka no Akutoku Ryoushu Episode 10 Sub Indo Jangan Anoboy

1. Tapa Bisu Mubeng Beteng

Tapa Bisu Mubeng Beteng merupakan bentuk refleksi diri atas perjalanan hidup selama setahun, sekaligus harapan akan keselamatan dan kemakmuran pada tahun yang baru. Prosesi dilakukan dengan cara mengelilingi benteng Keraton Yogyakarta sejauh kurang lebih 4 kilometer tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Para abdi dalem, warga, hingga wisatawan ikut serta dalam ritual ini dalam keheningan total sebagai bentuk laku spiritual menyambut 1 Suro.

2. Bari’an

Tradisi Bari’an yang berasal dari Desa Glagahwaru, Undaan, Kudus ini ditandai dengan penyembelihan kambing di titik-titik perempatan jalan, menggunakan dana hasil swadaya warga yang dikumpulkan sebelumnya. Daging kambing kemudian dimasak dan dibagikan merata bersama kuah khas dalam prosesi doa bersama dan tahlilan.

Setiap keluarga membawa nasi di nampan yang dilapisi daun pisang, lalu membawa juga daging kambing tersebut untuk dikonsumsi bersama di rumah. Usai shalat Isya, kegiatan dilanjutkan dengan Manakiban, yaitu pengajian yang hanya dihadiri oleh para laki-laki dari keluarga.

3. Ngumbah Pusaka

Ngumbah pusaka merupakan tradisi sakral yang hanya dilakukan pada malam 1 Suro. Pusaka dibersihkan dengan rendaman air kelapa dan jeruk nipis yang sudah disiapkan selama 4-5 hari di wadah khusus. Tujuannya sebagai bentuk syukur kepada Tuhan, serta pelestarian warisan leluhur.

Baca Juga  Tangis Haru Sambut Kedatangan Jemaah Haji Kloter 2 Debarkasi Batam

Hanya pemilik atau ahli warisnya yang boleh mencuci pusaka tersebut. Setelah selesai, pusaka dikembalikan ke tempat penyimpanan disertai doa-doa khusus.

4. Kirab Pusaka

Pada malam 1 Suro, Keraton Solo melaksanakan ritual Jamasan serta Kirab Pusaka yang turut diiringi oleh sejumlah kerbau albino atau kebo bule yang dikenal sebagai Kebo Kyai Slamet. Prosesi kirab ini dimulai tepat pukul 12 malam dan berlangsung dengan rute mengelilingi area Keraton Solo serta melewati beberapa jalan protokol di Kota Surakarta.

5. Ritual Samas di Bantul, Yogyakarta

Warga Desa Srigading, yang terletak di Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul, secara rutin menyelenggarakan upacara Samas setiap Malam Satu Suro. Tujuannya untuk mengenang Maheso Suro, sosok yang diyakini membawa kesejahteraan bagi masyarakat di pantai selatan Pulau Jawa.

Pantangan malam 1 Suro menjadi bagian tidak terpisahkan dari kepercayaan dan tradisi masyarakat Jawa dalam menyambut tahun baru Islam. Beragam larangan, seperti tidak mengadakan pesta, tidak bepergian jauh, hingga menghindari aktivitas penting seperti pernikahan, diyakini sebagai bentuk penghormatan terhadap malam yang dianggap sakral

Tinggalkan Balasan