PRMEDAN
– Benarkah desa paling bersih di dunia ada di Indonesia? Ternyata, jawabannya: Iya! Dan ini bukan sembarang klaim, melainkan pengakuan resmi dari UNESCO.
Bali Tak Hanya Soal Pantai: Desa Penglipuran Jadi Sorotan Dunia
Di tengah gemerlap pariwisata Bali yang identik dengan pantai dan hiburan malam, terdapat sebuah oase ketenangan yang menjadi bukti hidup akan harmoni antara manusia, budaya, dan alam.
Namanya Desa Penglipuran, terletak di Kabupaten Bangli, Bali. Desa ini resmi dinobatkan oleh UNESCO sebagai salah satu dari tiga desa paling bersih dan paling rapi di dunia.
Jauh dari hiruk-pikuk modernisasi, Penglipuran menampilkan wajah Bali yang alami dan lestari. Jalan utama desa ini hanya boleh dilalui pejalan kaki—tak satu pun kendaraan bermotor diizinkan masuk.
Rumah-rumah penduduk berjajar rapi di kiri kanan jalan, dengan arsitektur tradisional Bali yang masih dipertahankan secara utuh sejak zaman nenek moyang.
Filosofi Trimandala: Rahasia Keseimbangan Penglipuran
Salah satu daya tarik Desa Penglipuran adalah konsep tata ruangnya yang disebut Trimandala, yaitu pembagian desa menjadi tiga bagian:
Utama Mandala di bagian paling tinggi untuk pura (tempat ibadah),
Madya Mandala di tengah sebagai area permukiman,
Nista Mandala di bagian bawah yang digunakan sebagai area pemakaman.
Konsep ini tidak hanya merefleksikan filosofi kesucian dalam budaya Bali, tetapi juga menjadi fondasi kuat dalam menjaga tatanan sosial dan spiritual masyarakat.
Tradisi Hidup, Bukan Sekadar Atraksi
Berbeda dari destinasi wisata buatan, Penglipuran adalah desa hidup yang benar-benar mempertahankan adat, budaya, dan tata krama dalam kehidupan sehari-hari.
Mulai dari pakaian adat, upacara keagamaan, hingga dapur tradisional dengan tungku dan kayu bakar, semuanya menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan warga.
Rumah-rumah di desa ini memiliki ciri khas pura keluarga dan dapur multifungsi tempat memasak, menyimpan hasil panen, bahkan menjadi tempat tidur lansia. Dapur tradisional dengan atap bambu dan dinding anyaman masih digunakan hingga kini.
Hutan Bambu: Pelindung Alam dan Warisan Leluhur
Dari total luas desa lebih dari 100 hektar, sebanyak 45 hektar adalah hutan bambu. Bukan hanya sebagai cadangan air dan penyejuk alam, hutan ini juga disakralkan.
Menebang bambu tidak bisa sembarangan—harus menunggu hari dan bulan baik sesuai kalender adat. Bambu dari hutan ini digunakan untuk membuat rumah, alat dapur, hingga perlengkapan upacara keagamaan.
Kesadaran masyarakat terhadap lingkungan begitu tinggi. Tak ada sampah berserakan. Sampah organik dan nonorganik dipisahkan dengan disiplin. Sistem pengelolaan limbah rumah tangga diatur dengan baik oleh adat desa.
Homestay Hangat dan Ramah, Serasa Pulang ke Rumah
Pengunjung yang datang ke Penglipuran tidak hanya disuguhi pemandangan asri, tapi juga kehangatan warga. Banyak rumah penduduk disulap menjadi homestay sederhana yang menawarkan pengalaman otentik hidup ala Bali kuno.
Pengunjung bahkan boleh masuk ke dalam rumah, menyaksikan langsung dapur tradisional, mencoba pakaian adat, atau sekadar menikmati pisang goreng dan arak Bali.
Bukan Sekadar Destinasi Wisata, Tapi Inspirasi Dunia
Keberhasilan Desa Penglipuran dalam mempertahankan warisan budaya, kebersihan lingkungan, dan tata sosial tradisional adalah sebuah inspirasi.
Dalam era modern yang serba cepat dan serba digital, Penglipuran menjadi pengingat bahwa harmoni bisa diraih jika manusia hidup berdampingan dengan alam dan menjunjung tinggi nilai leluhur.
Bagi Anda yang ingin mencari ketenangan, belajar tentang budaya Bali yang autentik, atau sekadar ingin merasakan udara sejuk dan jalanan bersih tanpa kendaraan, Desa Penglipuran bisa menjadi destinasi wajib saat ke Bali.***