Pikiran Rakyat Kalsel
– Setiap Muslim yang menunaikan ibadah haji tentu mendambakan satu predikat mulia yakni haji mabrur.
Gelar dan predikat ini bukan sekadar julukan biasa, melainkan pengakuan dari Allah SWT bahwa ibadah haji seseorang diterima dengan sempurna.
Lalu, bagaimana kita tahu jika haji kita diterima?
Keinginan kuat para jemaah untuk meraih haji mabrur ini bukan tanpa alasan.
Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Akhmad Said Asrori, yang tahun ini juga menjadi anggota Amirulhaj, menegaskan bahwa balasan untuk haji mabrur itu sungguh istimewa.
Sesuai sabda Nabi Muhammad SAW, tidak ada ganjaran yang lebih setimpal bagi haji mabrur selain surga. Inilah yang membuat semua jemaah berlomba-lomba mencapainya.
Lantas, apa saja sih tanda-tanda yang menunjukkan seseorang telah meraih predikat haji mabrur?
KH Akhmad Said Asrori menjelaskan beberapa ciri khas yang bisa kita amati, baik pada diri sendiri maupun orang lain. Tanda-tanda ini bukan cuma soal ibadah di Tanah Suci, tapi juga perilaku setelahnya.
Haji mabrur merupakan haji yang diterima Allah dan dijalankan dengan penuh ketaatan. artinya setiap prosesi ibadah dikerjakan dengan sungguh-sungguh dan tulus ikhlas, bukan sekadar menggugurkan kewajiban. Ketaatan ini menjadi pondasi utama.
Tanda yang pertama adalah memiliki sikap Dermawan.
Orang yang hajinya mabrur cenderung lebih mudah berbagi, tidak perhitungan, dan senang membantu sesama yang membutuhkan. Hatinya tergerak untuk berinfak dan bersedekah.
Kemudian, tanda berikutnya adalah menebarkan kedamaian dan keselamatan.
Jemaah haji mabrur akan menjadi pribadi yang membawa aura positif, menjauhkan diri dari permusuhan, dan selalu berusaha menciptakan suasana yang harmonis di lingkungannya. Damai bukan hanya di hati, tapi juga diwujudkan dalam tindakan nyata.
Selanjutnya, santun dalam bertutur kata juga menjadi ciri khas. Bahasa yang digunakan lembut, menenangkan, dan jauh dari kata-kata kasar atau menyakitkan. Setiap ucapan yang keluar dari lisannya adalah kebaikan, mencerminkan akhlak mulia yang didapat dari ibadah haji.
Terakhir, dan tak kalah penting, haji mabrur akan berdampak baik untuk masyarakat dan lingkungan.
Setelah kembali ke tanah air, ilmu dan pengalaman spiritual yang didapat selama haji tidak hanya disimpan untuk diri sendiri. Justru, ia akan berusaha berkontribusi positif, menjadi teladan, dan membawa perubahan baik bagi komunitas di sekitarnya.
Predikat haji mabrur memang tidak bisa diklaim sepihak, namun tanda-tanda ini bisa menjadi panduan bagi kita untuk terus memperbaiki diri setelah menunaikan rukun Islam kelima. Semoga kita semua bisa meraih kemabruran haji, bukan hanya di atas kertas, tapi juga dalam setiap langkah kehidupan.