JURNAL SOREANG-
Fakultas Pendidikan Universitas Gifu, Jepang, mengadakan pembelajaran alat musik angklung dalam mata kuliah Metodologi Pengajaran Musik yang diperuntukkan bagi mahasiswa program sertifikasi guru sekolah dasar.
Pelajaran angklung tersebut untuk mengajarkan alat musik angklung kepada siswa yang normal maupun berkebutuhan khusus.
Kelas ini dibagi menjadi dua sesi, dengan total 230 mahasiswa calon guru yang mengikuti pengalaman bermain angklung bersama.
Pengajar dalam kelas ini adalah Miyuki Nakamura, Kepala Sekolah Pendidikan Khusus Gifu.
Hebatnya Sejak tahun 2022, Universitas Gifu melalui Asisten Profesor Yoshitaka Suzuki dari Program Pendidikan Khusus telah bekerja sama dengan Ardian Sumarwan, pelatih dari Kabumi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).
Kerja sama ini untuk mengembangkan metode pembelajaran angklung yang dapat diintegrasikan ke dalam pendidikan khusus bagi anak-anak berkebutuhan khusus.
Miyuki Nakamura juga menjabat sebagai Ketua Penyelenggara Konferensi Penelitian Pendidikan Khusus Area Tokai-Hokuriku, yang akan diselenggarakan pada 30 Juli 2025 di Prefektur Gifu.
Konferensi besar ini diperkirakan akan dihadiri oleh sekitar 500 guru dari bidang pendidikan khusus se-Jepang.
Pada pembukaan konferensi tersebut, siswa dengan disabilitas intelektual dari Sekolah Pendidikan Khusus Gifu akan mempersembahkan penampilan angklung.
Setelah itu, akan diadakan workshop angklung interaktif yang dipandu oleh Ardian Sumarwan dan Yoshitaka Suzuki, melibatkan seluruh peserta konferensi.
Saat ini, para siswa Sekolah Pendidikan Khusus Gifu tengah giat berlatih untuk penampilan tersebut dengan dukungan langsung dari Suzuki dan tiga mahasiswanya.
Melalui rangkaian kerja sama ini, Nakamura kemudian mengundang Suzuki untuk memberikan perkuliahan angklung di Universitas Gifu, yang akhirnya terlaksana pada kesempatan ini.
Dalam pembelajaran tersebut, para mahasiswa memainkan lagu “Di Bawah Pohon Kastanye yang Besar” serta lagu internasional “Can’t Help Falling in Love” dengan panduan visual dari sistem Galung.
Sistem tersebut yaitu blok warna bergerak yang dikembangkan oleh Ardian Sumarwan untuk memudahkan permainan angklung tanpa perlu membaca partitur.
Pae, mahasiswa Sekolah Pascasarjana Universitas Nagoya yang juga anggota PPI Nagoya, turut hadir dan memberikan penjelasan tentang angklung serta menyanyikan lagu Indonesia “Ambilkan Bulan Bu” mengiringi permainan angklung mahasiswa.
Ketika suara merdu angklung bergema di dalam kelas, para mahasiswa pun bersorak gembira.
Menurut Suzuki, “Kemungkinan besar tidak ada orang di Jepang yang memiliki 450 angklung seperti kami. Saya percaya, ini adalah pertama kalinya di Jepang sebuah mata kuliah wajib untuk calon guru sekolah dasar di universitas negeri melibatkan 230 mahasiswa dalam pembelajaran angklung secara langsung.”.
Ia juga menambahkan, “Dengan menggunakan Galung, meskipun tidak bisa membaca not balok, siapa pun—dengan atau tanpa disabilitas—dapat menikmati bermain angklung bersama. Ini sangat membantu mahasiswa memahami filosofi pendidikan khusus dan pentingnya harmoni dalam keberagaman.”.
Dalam survei pasca-perkuliahan, banyak mahasiswa menyatakan minat untuk menggunakan angklung di lingkungan sekolah nantinya.
Ada yang berkomentar, “Saya ingin membawa angklung ke kelas saya ketika menjadi guru,” serta, “Saya ingin menjadikan angklung bagian penting dalam pengajaran saya.”
Ke depan, diharapkan para mahasiswa yang telah belajar angklung ini akan menjadi guru yang memperkenalkan angklung di berbagai sekolah, sehingga anak-anak dapat merasakan kebersamaan melalui musik tanpa memandang perbedaan.
Melalui angklung, harmoni dalam keberagaman diyakini akan semakin meluas di seluruh Jepang.***