JURNAL SOREANG
— Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), kembali menegaskan komitmennya dalam pelestarian sastra lisan bangsa melalui partisipasi aktif dalam kegiatan Memperkasa Pantun Nusantara Ke-4, 2025.
Acara ini diselenggarakan di Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP), Berakas, Brunei Darussalam, dan diikuti oleh delegasi dari empat negara serumpun: Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Kegiatan ini merupakan bagian dari program Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera) Brunei Darussalam dan diselenggarakan dalam bentuk seminar, bengkel, dan festival pantun antarnegara.
Rangkaian kegiatan diawali dengan Seminar Pantun Mastera pada Sabtu, 24 Mei 2025, di Balai Sarmayuda, Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei Darussalam.
Seminar ini dibuka secara resmi oleh Yang Berhormat Awang Amran bin Haji Maidin, Ahli Majelis Mesyuarat Negara Brunei Darussalam. Acara dilanjutkan dengan Bengkel Pantun dan Festival Pantun Mastera yang digelar belum lama ini yang dihadiri Awang Abdul Aziz bin Haji Hamdan sebagai Anggota Majelis Permusyawaratan Negara.
Kepala Badan Bahasa Republik Indonesia, Hafidz Muksin, yang turut hadir dalam pembukaan Seminar Pantun Mastera menyampaikan bahwa pantun sebagai warisan budaya takbenda dunia memegang peranan penting dalam menumbuhkan karakter.
Badan Bahasa secara konsisten menerapkan pendekatan edukatif dan kolaboratif untuk memasyarakatkan pantun kepada generasi muda.
“Fokus utama kami adalah memastikan bahwa pantun tetap hidup dan relevan di tengah perubahan zaman. Pengakuan UNESCO terhadap pantun sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia sejak 2019 menjadi landasan kokoh untuk melanjutkan upaya pelestarian ini. Pantun menjadi karya sastra yang dapat digunakan untuk menumbuhkan nilai dan karakter,” ujarnya.
Lebih lanjut Hafidz menegaskan, Festival Pantun Nusantara ini sebagai sarana strategis untuk menanamkan kembali kecintaan terhadap tradisi lisan, khususnya di kalangan generasi muda.
Kegiatan lintas negara seperti ini juga memperluas jejaring budaya dan memperkokoh kerja sama internasional dalam bidang kebahasaan dan kesastraan.
“Dengan kolaborasi lintas negara dan lintas generasi, pantun tidak hanya lestari, tetapi juga mengalami revitalisasi bentuk dan makna. Melalui forum ini, warisan budaya yang dahulu lisan kini menggaung di panggung global,” pungkasnya.
Memperkasa Pantun Nusantara Ke-4 bukan hanya forum ilmiah, tetapi juga ruang kreatif lintas negara untuk mempererat solidaritas budaya serumpun.
Selain seminar dan diskusi akademik, para peserta mengikuti Bengkel Pantun, yaitu lokakarya interaktif untuk mendalami teknik, nilai estetika, dan makna kultural dari pantun. Forum ini menjadi momentum penting bagi peserta lintas generasi untuk merayakan dan merawat seni tutur Melayu.
Pantun bukan hanya ekspresi sastra, tetapi juga simbol diplomasi budaya yang memperkuat kohesi sosial antarnegara.
Sebagai bagian dari delegasi Indonesia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) turut mengambil peran strategis dalam kegiatan ini. UPI mengirimkan enam perwakilan, terdiri atas empat mahasiswa dan dua dosen pendamping.
Mahasiswa yang turut hadir adalah Rohmat, Nayla Yuliandri, Fadilla Putri Madani, dan Zacky Fajar Pratama. Mereka didampingi oleh dua orang dosen, yakni, Halimah dan Yulianeta, yang tampil sebagai pemakalah dalam sesi seminar.
Dalam presentasinya yang berjudul “Pantun sebagai Diplomasi Budaya: Suara Serumpun dalam Bingkai Sastra Lisan”, Yulianeta menekankan bahwa pantun bukan sekadar bentuk kesusastraan tradisional, tetapi juga instrumen diplomasi budaya yang efektif.***